Teka-teki yang ganjil
Pada malam itu kami berkumpul dan berbicara
Dari mulut kami tidak keluar hal-hal yang besar
Masing-masing berbicara tentang keinginannya
yang sederhana dan masuk akal
Ada yang sudah lama sekali ingin bikin dapur
di rumah kontrakannya
Dan itu mengingatkan yang lain
bahwa mereka juga belum punya panci, kompor,
gelas minum dan wajan penggorengan
Mereka jadi ingat bahwa mereka pernah
ingin membeli barang-barang itu
Tetapi keinginan itu dengan cepat terkubur
oleh keletihan kami
Dan upah kami dalam waktu singkat telah berubah
menjadi odol-shampo-sewa rumah
dan bon-bon di warung yang harus kami lunasi
Ternyata banyak diantara kami yang masih susah
menikmati the hangat
Karena kami masih pusing bagaimana mengatur
letak tempat tidur dan menggantung pakaian
Ada yang sudah lama ingin mempunyai kamar mandi sendiri
Dari situ pembicaraan meloncat ke soal harga semen
dan juga cat tembok yang harganya tak pernah turun
Kami juga berbicara tentang kampanye pemilihan umum
yang sudah berlalu
Tiga partai politik yang ada kami simpulkan
Tak ada hubungannya sama sekali dengan kami: buruh
Mereka hanya memanfaatkan suara kami
demi kedudukan mereka
Kami tertawa-tawa karena menyadari
Bertahun-tahun kami dikibuli
dan diperlakukan seperti kerbau
Akhirnya kami bertanya
Mengapa sedemikian sulitnya buruh membeli sekaleng cat
padahal tiap hari ia bekerja tak kurang dari 8 jam
Mengapa sedemikian sulitnya bagi buruh
untuk menyekolahkan anak-anaknya
Padahal tiap hari mereka menghasilkan
berton-ton barang
Lalu salah seorang diantara kami berdiri
Memandang kami satu persatu kemudian bertanya:
‘Adakah barang-barang yang kalian pakai
yang tidak dibikin oleh buruh?’
Pertanyaan itu mendorong kami untuk mengamati
barang-barang yang ada di sekitar kami:
neon, televisi, radio, baju, buku…
Sejak itu kami selalu merasa seperti
sedang menghadapi teka-teki yang ganjil
Dan teka-teki itu selalu muncul
ketika kami berbicara tentang panic-kompor-
gelas minum-wajan penggoreng
Juga disaat kami menghitung upah kami
yang dalam waktu singkat telah berubah
menjadi odol-shampo-sewa rumah
dan bon-bon di warung yang harus kami lunasi
Kami selalu heran dan bertanya-tanya
kekuatan apakah yang telah menghisap
tenaga dan hasil kerja kami?
Karya: Wiji thukul, Solo, September 1993
----- Penjelasan Logo:
Logo ini berbentuk seperti tetes air.
Air adalah sumber kehidupan, sama sepertihalnya pekerjaan.
Sembilan lapis tetesan air melambangkan Nawa Kerja Kemnaker.
Tiap lapisnya diselingi lapisan putih yang melambangkan bahwa setiap gerak gerik KEMNAKER harus selalu diiringi kedamaian, spiritualitas dan kebersihan dari tindak KKN.
Warna-warni nya melambangkan keberagaman di Indonesia.
Warna coklat sebagai landasan-nya melambangkan sifat KEMNAKER yang seharusnya membumi dan memihak seluruh rakyat tanpa pilih kasih.
Harapan saya bersama logo ini, semoga KEMNAKER mampu menjadi jawaban dari --Teka-Teki Yang Ganjil--nya puisi Wiji Thukul diatas..